SELAMAT DATANG DI BLOG MATEMATIKA PAK EKO SMP 2 NGANJUK - JAWA TIMUR - INDONESIA
Blog ini sebagai sarana berbagi informasi dan pengetahuan dalam bidang pendidikan khususnya mata pelajaran matematika
KITA GURU MATEMATIKA,KITA ADALAH SAUDARA

24 November 2009

permendiknas nomor 75 tahun 2009

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

  1. Ujian Nasional yang selanjutnya disebut UN adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
  2. UN utama adalah ujian nasional yang diselenggarakan bagi seluruh peserta ujian yang terdaftar sebagai peserta UN tahun pelajaran 2009/2010.
  3. UN susulan adalah ujian nasional yang diselenggarakan bagi peserta didik yang tidak dapat mengikuti UN utama karena alasan tertentu dan disertai bukti yang sah.
  4. BSNP adalah Badan Standar Nasional Pendidikan yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
  5. Kurikulum 1994 adalah kurikulum pendidikan dasar dan menengah yang sudah berlaku secara nasional sejak tahun pelajaran 1994/1995 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 060/U/1993, Nomor 061/U/1993 Tahun 1993, Nomor 080/U/1993, Nomor 126/U/1993, dan Nomor 129/U/1993.
  6. Kurikulum 2004 adalah kurikulum pendidikan dasar dan menengah yang sudah diterapkan secara terbatas mulai tahun pelajaran 2001/2002 berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 399a/C.C2/Kep/DS/2004, Keputusan Direktur Pendidikan Menengah Umum Nomor 766a/C4/MN/2003, dan Nomor 1247a/C4/MN/2003.
  7. Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah yang selanjutnya disebut standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor 22 Tahun 2006.
  8. Standar Kompetensi Lulusan yang selanjutnya disebut SKL adalah standar kompetensi minimal yang harus dikuasai oleh peserta didik.
  9. Kisi-kisi soal UN adalah acuan dalam pengembangan dan perakitan soal ujian yang memuat SKL dan kemampuan yang diujikan.
  10. Prosedur operasi standar yang selanjutnya disebut POS adalah prosedur operasi standar yang berkaitan dengan teknis pelaksanaan ujian nasional yang ditetapkan oleh BSNP.

Selengkapnya silahkan download :
salinan-permendiknas-nomor-75-tahun-2009




Baca Selengkapnya......

04 November 2009

Belajar matematika itu membosankan???

Siapa yang belum pernah bosan belajar matematika?Tentu banyak diantara kita,yang pernah bosan.Coba ingat – ingat pada saat sedang merasa bosan!ketika kita sedang bosan belajar,mata terasa ngantuk,badan capek,pikiran pusing.Apa yang diterangkan oleh Bapak Ibu guru,seolah olah masuk telinga kiri keluar telinga kanan, hampir tak ada yang nyantol,tak ada yang membekas di memori kita.Ketika kita sedang merasa bosan pelajaran terasa lama sekali , bel tidak bunyi-bunyi untuk ganti pelajaran atau istirahat.Semuannya menjadi tidak menarik.Sebaliknya,apa yang terjadi pada saat engkau merasa tidak bosan,engkau merasa senang ,engkau gembira,engkau bergairah,engkau merasa tertarik.Waktu terasa cepat.mata tidak mengantuk,badan tidak pegel – pegel.Rasanya ingin melakukan sesuatu tanpa melihat lebih dulu sulit atau mudah.Coba bayangkan perasaanmu jika saat main PS.Wuah ,tentu sangat gembira,waktu yang sesungguhnya 1 jam terasa belum lama,pada saat engkau merasa tidak bosan ,engkau akan tampak ceria,gembira,senang,puas,indah dan sebagainya.
Bagaimana cara mengatasi rasa bosan dalam belajar matematika ?.
Langkah pertama adalah mengatasi sebab-sebabnya terlebih dahulu.Jika engkau merasa bosan belajar karena tadi pagi sebelum b erangkat ke sekolah telah dimarahi orang tua,maka cobalah berusaha setiap pagi tidak dimarahi orang tua.
Engkau tiba – tiba merasa bosan belajar matematika karena saat pelajaran matematika dimulai,engkau langsung menerima amarah bp/ibu guru,coba periksa semua tugas yang diberikan kepadamu ,sudah engkau kerjakan atau belum ,pekerjaanmu apakah sudah rapi?jika sudah coba usahakan suasana kelasmu bersih,rapi,tenang,ajaklah kawan – kawanmu juga.
Engkau bosan matematika karena tidak bisa memahami apa yang dijelaskan bapak/ibu guru?bila ini terjadi ,cobalah beranikan diri untuk bertanya,bapak/ibu guru akan senang hati menjawabnya.
Di rumah ,engkau sebaiknya mengulangi pelajaran itu lagi.Tetapi akan lebih baik jika engkau juga mengulangi kembali materi terdahulu yang engkau pelajari.Mulailah dari materi yang menurutmu paling mudah,kemudian makin lama makin meningkat ke yang lebih sulit.Tetapi jika gagal jangan putus asa,terus berusaha bertanya kepada siapa saja .Kalau di rumah tidak ada yang dapat membantu,pergilah ke rumah teman,atau guru,syukur kamu ikut bimbingan belajar atau les.
Selain bertanya kepada orang lain sebaiknya engkau juga membaca buku – buku yang membahas manfaat dari matematika,sejarah matematika,tokoh – tokoh ilmuwan matematika,agar engkau semakin menyukai matematika.
Ada baiknya,engkau juga perlu bermain,bermain ala matematika,bermain angka,tebak – tebak an,sulap matematika,matematika ilusi,matematika rekreasi dsb.Nah dengan bermain matematika engkau dapat bersenang - senang bersama matematika,engkau akan mempunyai teman baru yang bernama matematika.Kalau sudah berteman ,engkau tidak membencinya bukan?karena engkau tidak lagi benci ,maka engkau tidak akan bosan lagi belajar matematika.Tumbuh dan berkembanglah bersama matematika.



Baca Selengkapnya......

02 November 2009

Susahnya Jadi Guru Kreatif

Apa yang dikhawatirkan oleh Walser sekarang telah terbukti. Perkembangan masyarakat didominasi oleh mereka yang memiliki pemahaman, keterampilan, dan pengetahuan yang cukup tentang hal-hal tadi.

Siapa yang membantu anak didik memiliki segudang ”kemampuan” itu? Masyarakat akan menaruh harapan itu pada institusi sekolah. Hampir sebagian besar waktu anak dialaminya bersama sekolah. Dalam hal ini, guru adalah sosok yang mempunyai peran besar.Peran guru dan sekolah

Peran guru dan sekolah bagi anak didik bersifat unik. Unik karena mereka tidak bisa menggeneralisasi kebutuhan anak didik dalam cara, bentuk, dan ukuran yang sama. Idealnya sebuah sekolah, menurut Stoll (1996), mampu memberikan pelayanan optimal kepada anak didiknya. Ia juga diharapkan dapat menjamin bahwa setiap peserta didik mampu mencapai standar optimal yang bisa mereka raih.

Sekolah pun bertanggung jawab agar seluruh aspek dalam diri peserta didik, baik terkait hal akademik maupun di luar akademik, agar berkembang secara penuh, dan itu hanya mungkin terjadi jika sekolah terus-menerus menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi setiap anak didiknya.

Tantangan pengajaran dan pembelajaran saat ini, kata guru Matematika, telah berubah 180 derajat. Perkembangan teknologi informasi, perubahan struktur masyarakat, dan maju pesatnya pengetahuan, serta munculnya teori pembelajaran baru telah mengubah hal yang esensi dari tugas pokok seorang guru.

Ia bukan lagi ”aktor” di kelas, dengan kekuasaannya dan pengetahuannya, yang mengatur apa pun yang terjadi di kelas. Guru bukan lagi ”sumur kang lumaku tinimba”, sumber dan mata air satu-satunya dalam pembelajaran di kelas. Sekarang, justru siswa yang menjadi pusat pembelajaran. Peran guru lebih menjadi fasilitator bukan orator, yang hanya bisa memerintah anak didiknya melakukan ini atau itu. Ia juga lebih menjadi motivator dan bukan eksekutor.

Setiap anak memiliki beragam kekhasan dan keunikan. Dalam belajar, ia menggunakan dari yang visual, audio, sampai kinestetik. Gardner juga mengingatkan adanya multikecerdasan pada setiap anak mulai bersifat logis-matematis, linguistik, musik, sampai intrapersonal.

Kita mengetahui pula taksonomi Bloom, dengan enam fase akusisi pengetahuannya. Kohlberg dengan tahapan perkembangan moralnya. Perkembangan usia pada diri anak sejak usia taman bermain sampai dewasa ternyata memiliki karakteristik perkembangan sosial, moral, emosional, dan kognitif yang harus disadari guru.

Semua itu tentu saja menuntut sebuah peran baru, unik, tetapi juga tidak ”gampang” dari seorang guru. Ia mengandaikan seorang guru yang ”khas”, guru memahami konteks luas itu, terampil dan kreatif dalam pendekatan mengajar, mampu memahami dan memfasilitasi keberbedaan pada diri tiap anak.

Peran itu tidak akan mungkin dijalankan seorang guru ketika mereka sendiri tidak mau menyiapkan diri, belajar terus-menerus, dan mengembangkan diri ke arah tersebut. Seorang guru, dengan peran yang berbeda dibandingkan masa lampau, tetaplah ia memiliki pengaruh yang demikian besar bagi anak didik.

Guru adalah seorang pembelajar. Sebagai pembelajar, guru memiliki karakteristik belajar yang berbeda dibandingkan seorang anak. Ia adalah pembelajar yang dewasa(adult learner). Karakteristik belajarnya bersifat khas, misalnya, seorang guru mempunyai cara belajar mandiri, mereka senantiasa memanfaatkan atau mengaitkan dengan pengetahuan atau pemahaman yang mereka miliki sebelumnya.

Mereka belajar secara kontekstual, senantiasa harus menemukan kaitan yang dipelajari dengan situasi nyata dalam hidupnya. Model pembelajaran sifatnya pemecahan masalah(problem solving) lebih menarik dibandingkan yang teoretikal sifatnya. Seorang guru selalu fokus dengan tujuan(goal) daripada sekadar rutinitas yang tidak jelas arahnya.

Ia lebih tergerak oleh pendekatan atau cara pengajaran daripada sekadar isi yang diajarkan. Ia lebih tersentuh ketika disapa secara pribadi dan dihargai. Ia ingin kemanusiaan, kedewasaan, dan pengalamannya disentuh dan diperhatikan.

Suasana interaktif, berbagi pengalaman, dan apresiasi yang sifatnya positif akan lebih membuat mereka termotivasi dan lebih terbuka pada hal yang baru.

Ruang-ruang kreatif

Dalam pandangan saya setidaknya ada dua ruang yang dapat membuat guru mampu berkembang menjadi pribadi kreatif. Ruang itu bersifat internal (dalam dirinya sendiri), dan kedua sifatnya eksternal (lingkungan sekitarnya).

Dalam dirinya harus tertanam, dalam istilah Fullan (1993), jiwa inquiry. Ini merupakan proses tanpa henti dan berlangsung sepanjang hayat. Kegiatan paling esensial seorang guru yang berjiwa inquiry adalah bertanya, termasuk sejauh mana pengajarannya relevan atau tidak dengan kebutuhan anak didiknya.

Kebiasaannya untuk ”mempersoalkan dan menguji beragam hal” dilakukannya dalam beragam aktivitas pribadi seperti praktik reflektif, jurnal pribadi, penelitian tindakan, bekerja di bawah pengawasan, dan kerja sama dengan sejawat.

Faktor eksternal, tidak lain adalah lingkungan sekolah itu sendiri. Serangkaian penataran, seminar, pelatihan, atau kegiatan pengembangan edukatif bagi guru mempunyai tujuan yang menjulang tinggi dan mulia, tetapi acap kali kurang mengakomodasi beragam kepentingan dan cara belajar guru.

Yang terjadi, kegiatan itu menjadi semacam penataran P-4, pada Orde Baru, tetapi tanpa pernah mengubah apa pun. Ia kurang memfasilitasi apa yang menjadi ketertarikan(interest), kesiapan(readiness), dan karakteristik belajar guru(learning style) yang berbeda.

Beragam pembinaan lebih terkesan formalitas, proyek semata dan sekadar menghabiskan anggaran. Kegiatan yang seharusnya 6 hari dipadatkan menjadi 3 hari dengan uang saku sama jumlahnya. Hasilnya, guru merasa bosan, digurui, menolak, pesimistis, dan akhirnya justru menjadi tidak termotivasi belajar karena merasa menjadi obyek belaka.

Semua itu menjadi lengkap tatkala mereka tidak mengalami bentuk-bentuk kegiatan pendampingan di sekolah.

Guru kembali dalam tradisi lama pengajarannya bersama anak didiknya. Perubahan guru lebih bersifat artifisial, misalnya berapa jumlah sertifikat yang dimiliki guru itu daripada yang sifatnya incremental, yakni perubahan ”kebiasaan” yang dilakukan guru dalam meningkatkan efektivitas pembelajarannya.

Maka, peran pimpinan sekolah yang diharapkan adalah, bagaimana menciptakan lingkungan dan suasana agar dapat saling berbagi dan ”menularkan” pemahaman, pengetahuan, serta keterampilan guru kepada rekan lain. Dalam proses interaktif tersebut akan terjadi proses pemurnian pemahaman dan disekuilibrium atas pengetahuan yang dimilikinya.

Belajar melalui mengajar atau berbagi pengetahuan dengan rekan sesama guru, misalnya, selain meningkatkan pemahaman dan keterampilannya sendiri akan membuat apa yang dipelajarinya itu menjadi lebih mengendap, aktual, dan hidup. Proses guru mengadopsi pengetahuan tidak berhenti pada tataran akusisi belaka, tetapi masuk ranah internalisasi dan aktualisasi yang terjadi melalui proses interaktif yang terjadi bersama rekan guru lainnya.

Kreativitas mengandaikan proses berpikir tidak linier atau lateral dalam melihat sebuah kebenaran. Perbedaan cara pandang dan ketidaksepakatan harus dihargai dan dihormati. Tidak anggota komunitas pembelajar sekolah, jatuh dalam tafsir seperti ketidaksopanan, keanehan, inkonsistensi, dan ketidakseragaman dalam memandang perubahan dan kreativitas yang dilakukan gurunya.

Guru kreatif terkadang mengajar dalam bingkai eksplorasi dan ketidakjelasan. Ia lebih mencari esensialitas daripada rutinitas atas apa yang dipelajari bersama siswa. Ia akan tersenyum manakala siswa bertanya, ”Pak saya menemukan hal berbeda, tidak seperti yang bapak katakan atau teman saya temukan, mengapa?”

Penulis:

T. Gunawan Wibowo, Guru SMA Kanisius, Sedang Belajar Program Studi Instruksional Leadership, Loyola University Chicago.


Baca Selengkapnya......